Eksistensi.id, Samarinda – Penanganan banjir di Kota Samarinda dinilai perlu bertransformasi dari sekadar proyek teknis menjadi strategi menyeluruh yang menyentuh akar permasalahan.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, yang menilai bahwa pendekatan saat ini masih bersifat tambal sulam dan reaktif.
“Kalau penanganan banjir masih sekadar pengerukan saluran atau tanggul darurat setelah banjir datang, kita tidak akan pernah selesai. Kita butuh perubahan pendekatan secara total, mulai dari hulu,” ujar Subandi, Selasa (15/7/25).
Ia menekankan pentingnya pembangunan sistem pengendalian banjir dari kawasan hulu. Subandi mengusulkan agar pembangunan bendungan pengendali (bendali) di wilayah Sungai Siring, Kutai Kartanegara, serta normalisasi Waduk Benanga di Samarinda dimasukkan dalam prioritas anggaran tahun 2026.
Menurutnya, kawasan Sungai Siring merupakan titik awal aliran air menuju Sungai Karangmumus, yang kerap meluap dan memicu banjir di kawasan kota. Tanpa pengendalian dari hulu, limpasan air tidak akan bisa dibendung oleh drainase dalam kota.
“Logika hidrologinya sederhana. Kalau hulunya tidak dikendalikan, hilirnya pasti kewalahan. Itu sebabnya kita harus mulai dari atas,” jelasnya.
Subandi menyebut, normalisasi Waduk Benanga juga mendesak dilakukan karena kapasitas tampungnya terus menyusut akibat sedimentasi. Tanpa pengerukan total, waduk tidak lagi berfungsi optimal sebagai penampung air saat curah hujan tinggi.
“Benanga sekarang nyaris tidak berfungsi. Ini bukan hanya urusan teknis, tapi sudah menyangkut keselamatan ribuan warga Samarinda,” tegasnya.
Lebih dari itu, Subandi menegaskan bahwa pemerintah provinsi harus memimpin konsolidasi antarwilayah. Ia menilai banjir Samarinda tidak bisa diatasi sendirian oleh pemerintah kota, mengingat aliran air melintasi batas administrasi daerah.
“Ini harus lintas kabupaten-kota. Pemerintah provinsi harus hadir sebagai integrator, menyatukan rencana dan anggaran lintas wilayah,” kata politisi PKS itu.
Subandi juga mengingatkan bahwa strategi pengendalian banjir harus dibarengi dengan penguatan drainase dalam kota, pembangunan embung-embung baru, dan sistem pompa air di titik-titik rawan.
“Jangan lagi anggap ini proyek jangka pendek. Ini adalah investasi menyelamatkan kota dari bencana tahunan,” tegasnya.
Ia berharap rencana strategis ini tidak hanya berhenti di meja perencanaan, tetapi benar-benar diakomodasi dalam pembahasan APBD 2026 maupun usulan ke pemerintah pusat.
“Kalau terus menunda, kita bukan hanya kehilangan anggaran, tapi bisa kehilangan kota ini,” pungkas Subandi.(ADV)