Eksistensi.id, Samarinda – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan transportasi air di Sungai Mahakam.
Ia menyoroti ketimpangan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang dinilainya berdampak langsung terhadap potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim.
Subandi menjelaskan bahwa saat ini seluruh kewenangan pengelolaan lalu lintas air di Mahakam berada di bawah kendali pemerintah pusat.
Hal ini, menurutnya, menjadi kendala serius bagi daerah untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari aktivitas transportasi air, terutama yang melibatkan industri batu bara.
“Kegiatan tongkang batu bara setiap hari melintasi Mahakam, melewati jembatan dan wilayah padat penduduk. Dampak lingkungan dan kerusakan infrastruktur dirasakan langsung oleh masyarakat Kaltim, tapi kontribusinya terhadap PAD nyaris tidak ada,” ujar Subandi.
Ia menambahkan bahwa pemerintah provinsi masih harus menanggung beban perbaikan infrastruktur, termasuk jembatan yang rusak akibat aktivitas kapal tambang, tanpa adanya pembagian tanggung jawab dari pihak industri.
“Secara logika ini tidak adil. Kerusakan terjadi di wilayah kita, sosialnya kita yang tanggung, tapi keuntungannya lari ke pusat,” tegasnya.
Subandi mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk memperjuangkan revisi aturan yang mengatur pengelolaan moda transportasi air.
Ia menilai, jika kewenangan penuh tidak dapat diberikan kepada daerah, maka paling tidak harus ada skema bagi hasil atau retribusi khusus yang masuk ke kas daerah.
“Minimal harus ada profit yang kembali ke daerah. Jangan sampai kita hanya jadi penonton dan korban, sementara pihak luar yang menikmati hasilnya,” katanya.
Dorongan revisi regulasi ini dinilai sejalan dengan semangat otonomi daerah yang menjamin keadilan fiskal dan kemandirian daerah dalam mengelola potensi wilayahnya.
Subandi menyatakan, DPRD siap mendukung langkah konkret dari pemerintah provinsi dalam memperjuangkan hak daerah atas pemanfaatan ruang perairan Sungai Mahakam.
“Kita tidak anti investasi, tapi prinsip keadilan harus ditegakkan. Jika daerah menanggung dampak, maka daerah juga harus mendapat manfaat,” pungkasnya.(ADV)
Penulis: Nurfa | Editor: Redaksi eksistensi