Eksistensi.id, Samarinda – Kericuhan mewarnai penggusuran Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Samarinda, pada Jumat (9/5/2025). Tindakan aparat gabungan yang dinilai berlebihan dalam menangani delapan pedagang tersisa menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPRD Kota Samarinda, Ahmad Vananzda.
“Saya menyaksikan langsung bagaimana aparat bertindak. Situasinya tidak kondusif, bahkan pendekatan dialog yang saya coba bangun tidak direspons,” ungkap Vananzda.
Penggusuran ini dilakukan oleh tim gabungan dari Satpol PP, TNI, dan kepolisian. Sejumlah warga mengaku mengalami kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan hingga penyeretan.
Vananzda menyesalkan pendekatan represif tersebut, terlebih jumlah pedagang yang bertahan hanya tersisa sedikit.
Menurutnya, relokasi memang merupakan kebijakan pemerintah kota, namun cara pelaksanaannya harus mengedepankan komunikasi dan pendekatan humanis.
Setelah berbicara langsung dengan para pedagang, ia mendapati banyak dari mereka masih merasa belum mendapat penjelasan yang transparan.
Dari sisi pemerintah, Asisten II Sekretariat Daerah Samarinda, Marnabas, menyampaikan bahwa komunikasi telah dijalankan sejak satu setengah tahun lalu.
Ia mencatat, dari 64 pedagang yang semula menempati Pasar Subuh, sebanyak 56 telah bersedia pindah ke lokasi baru di Pasar Dayak, Jalan PM. Noor.
Namun, Vananzda menilai, delapan pedagang yang tersisa seharusnya bisa ditangani tanpa kekuatan penuh.
“Mengapa harus mengerahkan begitu banyak aparat hanya untuk delapan orang? Itu tidak proporsional,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi tindakan Satpol PP yang disebutnya melampaui batas.
“Satpol PP seharusnya fokus pada pembongkaran fisik, bukan melakukan kekerasan pada warga,” tegasnya.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pasca-penggusuran turut membahas insiden ini. Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain perwakilan DPRD, OPD, pedagang, dan mahasiswa.
Meski pemerintah telah menawarkan sejumlah solusi, Vananzda menilai pemulihan kondisi Pasar Subuh pasca-insiden akan memerlukan waktu dan pendekatan yang jauh lebih empatik.(ADV)
Penulis : Dita | Editor : Eka Mandiri