Eksistensi.id, Samarinda — Komisi I DPRD Kota Samarinda mendesak PT Bara Bumi Energi (BBE) agar segera menerbitkan dokumen persetujuan tertulis terkait penggunaan lahan eks tambang di Loa Bakung yang telah lama dimanfaatkan warga sebagai lokasi pemakaman umum.
Ketua Komisi I, Samri Shaputra, menilai bahwa selama ini perusahaan hanya menyampaikan persetujuan secara lisan, tanpa disertai bukti hukum yang sah.
Menurutnya, hal ini berpotensi menimbulkan persoalan di masa depan jika tidak segera diselesaikan secara administratif.
“Secara lisan memang mereka menyetujui, tapi itu tidak cukup. Kami khawatir jika suatu hari manajemen berubah, lalu mengatakan tidak pernah memberi izin. Ini yang perlu diantisipasi,” ujar Samri.
Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2012, Pemerintah Kota Samarinda melalui wali kota saat itu telah menyampaikan permohonan resmi ke kantor pusat PT BBE di Jakarta. Namun hingga kini, persetujuan secara tertulis tak kunjung diberikan.
Padahal, lahan eks tambang tersebut sudah lama digunakan oleh warga sebagai tempat pemakaman. Samri menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan perlindungan hukum atas penggunaan lahan yang telah menjadi kebutuhan publik.
Bahkan, ia menyebutkan adanya dasar hukum yang dapat digunakan DPRD untuk mengambil langkah lanjutan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang pengelolaan tanah yang tidak dimanfaatkan.
“Lahan yang dibiarkan terbengkalai bisa dikategorikan sebagai tanah terlantar. Negara memiliki kewenangan untuk mengambil alih dan memfungsikannya demi kepentingan umum,” jelasnya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa DPRD tetap mengedepankan langkah persuasif dan dialogis. Ia berharap PT BBE menunjukkan itikad baik dengan segera menyerahkan persetujuan tertulis agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
“Etikad baik dari perusahaan sangat kami harapkan. Tapi kalau tidak ada juga, ya kami punya dasar hukum untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat,” tegas Samri.
Ia juga menambahkan bahwa selama ini warga Loa Bakung telah menunjukkan sikap sabar, bahkan ketika harus menghadapi dampak lingkungan akibat aktivitas tambang di sekitar permukiman mereka.
“Masyarakat tidak pernah mengeluh saat terjadi banjir atau saat debu tambang bertebaran. Mereka hanya minta satu lahan itu bisa resmi digunakan untuk pemakaman,” pungkasnya.(ADV)