Eksistensi.id, Samarinda – Jelang dimulainya tahun ajaran baru, persoalan mahalnya harga seragam sekolah kembali menjadi sorotan.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Harminsyah, mendesak Pemerintah Kota agar segera turun tangan menertibkan praktik penjualan seragam yang dinilai tidak transparan dan berpotensi mengarah pada pungutan liar.
“Ini sudah jadi keresahan rutin setiap tahun. Banyak orang tua dipaksa beli seragam langsung dari sekolah dengan harga di luar kewajaran,” kata Harminsyah.
Ia menyoroti adanya dugaan monopoli pengadaan seragam oleh pihak sekolah tertentu yang membuat orang tua murid tidak memiliki pilihan lain selain membeli dari penyedia yang ditunjuk.
Praktik seperti ini, menurutnya, rentan dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan pribadi atas nama aturan sekolah.
“Kalau tidak ada aturan jelas, ini bisa jadi ruang pungli berkedok kewajiban. Kita minta Pemkot Samarinda segera buat regulasi harga,” tegasnya.
Harminsyah mengusulkan agar pemerintah daerah menetapkan batas harga eceran tertinggi (HET) untuk berbagai jenis seragam sekolah. Penentuan kisaran harga ini penting untuk mencegah praktik jual beli seragam yang tidak sehat dan mencekik ekonomi keluarga, terutama dari golongan tidak mampu.
Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa harga seragam batik sekolah sebaiknya tidak melebihi kisaran Rp120 ribu–Rp170 ribu. Jika ada penjualan di atas harga tersebut tanpa justifikasi yang jelas, maka hal itu perlu dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.
“Standarisasi harga ini bisa jadi rambu pengendali. Jangan sampai tiap sekolah jalan sendiri-sendiri tanpa kontrol,” ujarnya.
Tak hanya soal pengaturan harga, Harminsyah juga menekankan pentingnya kebijakan subsidi seragam bagi siswa dari keluarga miskin.
Menurutnya, inilah saat yang tepat bagi pemerintah daerah menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil melalui kebijakan yang konkret dan berpihak.
“Kita minta Pemkot segera siapkan skema bantuan. Jangan biarkan biaya seragam jadi alasan anak enggan sekolah,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi ruang inklusif, bukan ladang komersial. Beban biaya sekolah yang datang dari urusan seragam, menurutnya, justru berpotensi mengganggu psikologis siswa dan menghambat semangat belajar mereka.
“Urusan seragam ini memang kelihatan kecil, tapi dampaknya besar. Kalau tidak segera ditata, ini bisa terus jadi masalah tahunan,” tutupnya.(ADV)