Eksistensi.id, Samarinda – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) telah mengambil langkah konkret dalam memperkuat akses pendidikan dasar melalui penetapan nominal Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) senilai Rp 1 juta untuk setiap siswa SD dan Rp 1,5 juta untuk siswa SMP.
Anggaran ini ditetapkan secara terpisah dari bantuan seragam dan kebutuhan perlengkapan sekolah lainnya, menandai pendekatan langsung untuk meringankan beban biaya pendidikan dasar yang selama ini menjadi kendala utama bagi banyak keluarga di wilayah tersebut.
Langkah strategis ini menuai respons positif dari Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, yang menyebut kebijakan ini sebagai wujud nyata komitmen daerah dalam mendekatkan pendidikan kepada masyarakat bawah, khususnya di kawasan yang tergolong 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).
“Penetapan nominal BOSDA ini cukup signifikan. Bukan hanya sekadar naik anggaran, tapi sudah ditentukan nilainya per siswa, dan itu di luar dari bantuan seragam. Ini yang kita sebut sebagai intervensi langsung,” jelas Agusriansyah, Kamis (10/7/25).
Menurutnya, penetapan angka yang jelas dalam BOSDA membuat pelaksanaannya lebih terukur, dan mempermudah sekolah dalam menyusun rencana operasional tahunan, terutama dalam menghadapi persoalan biaya-biaya non-SPP yang sering kali menjadi alasan anak putus sekolah.
Ia menambahkan bahwa dibandingkan program bantuan pendidikan lain seperti GratisPol dari Pemprov Kaltim yang difokuskan pada jenjang SMA hingga perguruan tinggi, BOSDA Kutim berperan penting dalam menopang jenjang pendidikan dasar yang menjadi pondasi utama pengembangan SDM daerah.
“Ini dua jalur yang harus saling mengisi. BOSDA dari kabupaten untuk jenjang dasar, GratisPol dari provinsi untuk jenjang atas. Kalau dua-duanya jalan dengan baik, kita bisa tekan angka putus sekolah dari bawah sampai atas,” katanya.
Agusriansyah juga mendorong Pemkab Kutim untuk meningkatkan akurasi data penerima, terutama dalam hal jumlah siswa aktif dan kondisi sosial ekonomi keluarganya. Ia menilai, program sebagus apapun bisa meleset jika tidak dibarengi dengan basis data yang akurat.
“Kita minta ada perbaikan sistem pendataan siswa. Jangan sampai program bagus ini justru tidak tepat sasaran karena datanya bermasalah. Sekolah, dinas, dan masyarakat harus bersinergi,” tegasnya.
Selain itu, ia meminta agar penggunaan BOSDA juga dievaluasi secara berkala dan terbuka. Transparansi dalam pelaporan penggunaan dana akan menjadi indikator utama keberhasilan program, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap kebijakan pendidikan di daerah.
Agusriansyah berharap agar peningkatan BOSDA ini tidak bersifat temporer atau sekadar respons terhadap kritik publik, melainkan bagian dari rencana jangka panjang yang terintegrasi dengan pembangunan pendidikan secara menyeluruh di Kutai Timur.
“Kita ingin anak-anak di Kutim punya masa depan yang adil. Dan itu dimulai dari kehadiran negara melalui alokasi anggaran yang langsung menyentuh kebutuhan dasar mereka,” pungkasnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi