Eksistensi.id, Samarinda – Program bantuan pendidikan bertajuk Gratispol yang diusung Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji ternyata menghadapi sejumlah kendala struktural dalam pelaksanaannya.
Meski digagas sebagai pendidikan gratis hingga jenjang S3, faktanya program ini masih belum sepenuhnya terwujud sesuai ekspektasi masyarakat.
Menurut anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, tantangan terbesar bukanlah komitmen politik, melainkan keterbatasan regulasi dan kapasitas fiskal daerah.
Ia menegaskan bahwa ada batasan kewenangan yang harus dipatuhi pemerintah provinsi sesuai undang-undang, terutama terkait jenjang pendidikan.
“Gratispol bukan batal, tapi mengalami penyesuaian. Pemerintah provinsi tidak bisa serta-merta menanggung semua jenjang pendidikan, karena terbentur regulasi pusat,” ujarnya, Kamis (10/7/25).
Sarkowi menjelaskan, sesuai aturan, pendidikan dasar dan menengah pertama (SD-SMP) menjadi tanggung jawab kabupaten/kota, sementara perguruan tinggi merupakan ranah pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan.
Pemerintah provinsi hanya berwenang pada pendidikan menengah atas seperti SMA dan SMK sederajat.
“Skema pendidikan gratis sepenuhnya saat ini hanya bisa diterapkan di wilayah dengan status otonomi khusus seperti Papua. Kaltim tidak termasuk kategori itu,” tambahnya.
Tak hanya soal kewenangan, kemampuan fiskal daerah juga turut memengaruhi skala dan bentuk bantuan yang diberikan.
Saat ini, APBD Kaltim sebesar Rp21 triliun diperkirakan akan mengalami penurunan signifikan hingga Rp18 triliun pada tahun 2026, bahkan berpotensi menyusut lagi di tahun-tahun berikutnya.
“Fiskal kita sedang dalam masa transisi dan konsolidasi. Ini menjadi alasan kenapa bantuan Gratispol difokuskan dulu untuk mahasiswa baru dengan skema bantuan UKT,” jelas Sarkowi.
Adapun besaran bantuan semesteran yang diberikan melalui program ini bervariasi: untuk jenjang S1 berkisar Rp5–7,5 juta, S2 sebesar Rp9–10 juta, dan S3 hingga Rp15 juta, khusus kedokteran ditetapkan batas maksimal Rp15 juta.
Sarkowi menyebut, kondisi tersebut bukan berarti janji kampanye diingkari, melainkan diadaptasi agar tetap berjalan dalam koridor hukum dan kemampuan keuangan daerah.
“Ini kompromi realistis antara idealisme politik dan realitas administratif,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa DPRD tetap mengawal pelaksanaan Gratispol melalui pembahasan RPJMD 2025–2030 serta pengawasan berkala terhadap pelaksanaan di lapangan oleh OPD terkait.
“Program ini akan terus dikembangkan dan diupayakan agar lebih optimal di tahun 2026 mendatang, seiring dengan konsolidasi anggaran dan arahan dari pusat,” tutupnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor : Redaksi