Eksistensi.id, Samarinda — Tragedi yang menimpa seorang pasien lanjut usia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda mengungkap sebuah lubang besar dalam sistem pelayanan kesehatan belum terintegrasinya dukungan psikologis bagi pasien penyakit kronis.
Peristiwa tersebut menjadi sorotan serius DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya Komisi IV yang membidangi urusan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
Pasien berinisial US (68), yang tengah menjalani perawatan akibat gagal ginjal kronis, ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri di ruang Angsoka pada Minggu, 6 Juli 2025. Insiden ini memunculkan pertanyaan besar tentang kesiapan rumah sakit umum dalam menangani aspek mental pasien yang menderita penyakit berat dalam jangka panjang.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, menilai bahwa sistem pelayanan kesehatan selama ini terlalu fokus pada penyembuhan fisik dan kerap mengabaikan kondisi emosional pasien.
Ia menegaskan bahwa tekanan psikologis yang terus menerus dapat memicu risiko ekstrem yang selama ini luput dari perhatian tenaga medis.
“Pasien dengan penyakit kronis menghadapi beban berlapis fisik, ekonomi, dan mental. Tapi yang paling sering tak terlihat adalah tekanan psikologisnya. Tanpa pendampingan, beban ini bisa meledak,” ucap Sarkowi, Sabtu (12/7/25).
Ia menambahkan bahwa rumah sakit bukan sekadar tempat mengobati tubuh, tetapi seharusnya menjadi ruang pemulihan menyeluruh, termasuk bagi mental pasien. Dalam kasus seperti US, ketidakhadiran tenaga psikolog bisa menjadi faktor penting yang memperburuk situasi.
Menurut Sarkowi, pemerintah daerah perlu mulai menyusun kerangka kerja sistemik untuk menghadirkan layanan psikologis di rumah sakit umum. Ini termasuk identifikasi dini pasien dengan risiko gangguan mental, pendataan gejala depresi, serta penyusunan protokol pendampingan psikososial.
“Kita butuh reformasi layanan. Tidak cukup hanya perawatan fisik. Harus ada sistem deteksi dini gejala depresi berat, dan psikolog harus terlibat aktif mendampingi pasien kronis,” tegasnya.
Ia mengusulkan kolaborasi lintas sektor, seperti kerja sama antara rumah sakit dengan fakultas psikologi di universitas-universitas lokal. Integrasi ini bisa menjadi solusi jangka pendek sambil membangun sistem tenaga kesehatan jiwa permanen di fasilitas pemerintah.
Tak hanya itu, ia juga mendorong agar layanan ini masuk dalam program perlindungan sosial dan kesehatan Jospol, agar dapat menjangkau pasien tidak mampu secara finansial.
“Kesehatan mental adalah bagian dari hak dasar. Jangan sampai pasien yang sudah menderita secara fisik, juga harus memikul beban mental sendirian. Negara harus hadir,” ujarnya.
DPRD Kaltim, kata Sarkowi, siap mengawal anggaran dan regulasi yang dibutuhkan untuk memperkuat layanan kesehatan jiwa di rumah sakit.
Ia berharap, tragedi yang terjadi di RSUD AWS menjadi titik balik perubahan paradigma layanan kesehatan secara lebih holistik dan manusiawi.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi